Kejati Kepri Terima Rp4,4 M dari Kasus Korupsi PNBP Batam

BeritaTrend.id.|Tanjungpinang Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menerima pengembalian kerugian keuangan negara senilai USD 272.497 atau sekitar Rp4,4 miliar dari Abdul Chair Husain,

Direktur Utama PT Bias Delta Pratama (BDP), dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di wilayah pelabuhan Batam.

Pengembalian tersebut dilakukan pada Selasa (14/10/2025) di Kantor Kejati Kepri, Tanjungpinang.

Uang Diserahkan Langsung ke Tim Penyidik

Penyerahan uang dilakukan langsung oleh Abdul Chair Husain kepada Tim Penyidik Pidsus Kejati Kepri yang dipimpin oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Mukharom, S.H., M.H., didampingi Kasi Penyidikan dan tim penyidik lainnya.

Dana tersebut kemudian disita dan dititipkan di rekening Kejati Kepri melalui PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Cabang Tanjungpinang KCP Pamedan.

Berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Provinsi Kepulauan Riau Nomor PE.03.03/LHP-355/PW28/5/2024 tanggal 17 September 2024, ditemukan kerugian negara senilai USD 272.497 yang berasal dari aktivitas PT Bias Delta Pratama selama 2015–2021.

PT BDP Jalankan Kegiatan Tanpa Dasar Hukum yang Sah

PT Bias Delta Pratama diketahui menjalankan kegiatan pemanduan dan penundaan kapal di perairan Kabil dan Batu Ampar tanpa adanya Kerja Sama Operasional (KSO) dengan BP Batam.

Sejak 2015 hingga 2018, perusahaan ini tetap beroperasi tanpa perjanjian kerja sama resmi, sehingga BP Batam tidak memperoleh bagian hasil 20% dari pendapatan jasa tersebut sesuai ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Kepala BP Batam Nomor 16 Tahun 2012.

Akibat pelanggaran itu, negara mengalami kerugian signifikan karena tidak adanya setoran PNBP yang seharusnya diterima dari kegiatan pemanduan dan penundaan kapal di wilayah tersebut.

Kajati: Pengembalian Tidak Menghapus Hukuman Pidana

Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, J. Devy Sudarso, menegaskan bahwa pengembalian uang negara ini merupakan langkah penting dalam pemulihan keuangan negara, namun tidak menghapuskan tanggung jawab pidana pelaku.

“Pengembalian uang hasil korupsi menjadi prioritas untuk memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera. Tapi perlu digarisbawahi, hal ini tidak otomatis meringankan hukuman pidana,” tegas Devy.

Ia menambahkan, Kejaksaan akan terus berkomitmen dalam penegakan hukum yang tidak hanya berfokus pada pemenjaraan pelaku, tetapi juga pada pemulihan aset negara yang telah diselewengkan.

“Konsentrasi kami bukan hanya memenjarakan pelaku, tapi juga memastikan kerugian negara kembali. Upaya ini memerlukan langkah-langkah luar biasa,” ujar Kajati Kepri menutup keterangannya.