ASAHAN, BeritaTrend.id. – Dugaan praktik korupsi di Desa Aek Nabuntu, Kecamatan Aek Ledong, Kabupaten Asahan kian menyeruak ke permukaan.
Kepala desa setempat, Leiman S.Ag, yang telah menjabat hampir tiga periode, disorot keras terkait dugaan penyimpangan anggaran dana desa yang dikelolanya sejak 2021 hingga 2024.
Investigasi yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat mengungkap adanya kejanggalan serius dalam pengelolaan anggaran ketahanan pangan (Hanpang).
Bantuan yang seharusnya dialokasikan kepada kelompok tani (poktan) diduga tidak pernah sampai ke tangan penerima sejak 2021.
Padahal, sejumlah poktan menyebut bantuan tersebut sangat vital untuk peningkatan produktivitas pertanian desa.
Sejumlah kepala dusun yang merangkap sebagai ketua poktan bahkan secara terbuka menyampaikan kekecewaannya.
Jika benar, kerugian negara dari pos anggaran ini saja ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Dugaan Pembiaran oleh Pengawas dan Pendamping Desa
Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan oleh pihak terkait, termasuk institusi pengawas keuangan desa.
Dugaan adanya “kongkalikong” antara kepala desa dan pendamping desa semakin memperparah situasi.
Dana desa seolah bebas digunakan tanpa pengawasan ketat, dan laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Data dari situs resmi Kemendes, khususnya sistem Omspam, mengindikasikan adanya kegiatan penyuluhan dan pelatihan masyarakat dengan anggaran Rp173.807.000 pada tahun 2023.
Namun, berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi kepada perangkat desa, kegiatan tersebut tak pernah diketahui keberadaannya.
Ironisnya, kegiatan serupa disebutkan dilakukan sebanyak 11 kali dalam satu tahun.
Padahal, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018, penganggaran ganda dilarang dan pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Data Tidak Sinkron dan Dugaan Penyaluran BLT Fiktif
Selain itu, ketidaksesuaian data juga ditemukan dalam pelaporan SDGs Desa Aek Nabuntu.
Laporan yang diunggah pada 27 November 2024 menyebut hanya dua keluarga penerima manfaat (KPM) BLT Dana Desa.
Namun, dalam rincian belanja desa, tertera bahwa penyaluran dilakukan kepada 33 penerima.
“Jika benar, maka ada dugaan kuat sebanyak 31 data fiktif digunakan untuk mencairkan dana.
Ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara,” ujar Bambang Pridilianto S.Pd, Ketua LSM Sidik Perkara.
Bambang menambahkan, lembaganya telah cukup lama menyelidiki kasus ini dan menduga kuat bahwa Kepala Desa Leiman telah melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta berbagai peraturan turunannya.
Ia menyebut pihaknya siap membawa kasus ini ke aparat penegak hukum (APH), dan bahkan mempertimbangkan langkah hukum terhadap pengawas desa yang dinilai lalai.
Kades Bungkam, BPD Akui Hanya Teken Laporan
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Leiman S.Ag pada Sabtu (5/7/2025) gagal dilakukan.
Nomor media telah diblokir oleh yang bersangkutan.
Sementara itu, Ketua BPD Heru, mengakui hanya menerima laporan dalam bentuk berkas yang kemudian langsung ia tanda tangani.
“Soal pengelolaan anggaran desa, saya hanya menerima laporan dokumen saja, dan itu yang saya teken,” ujar Heru di kediamannya.
Dengan kondisi ini, dugaan adanya praktik korupsi dalam pengelolaan Dana Desa Aek Nabuntu semakin kuat.
Publik kini menanti ketegasan aparat penegak hukum dalam mengusut kasus ini secara tuntas dan transparan.


