BeritaTrend.id. – Luwu Timur, – PT Perkebunan Nusantara IV Regional 2 (PTPN IV Reg 2) menjadi sorotan publik setelah terjadi pendudukan lahan oleh kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai Serikat Petani Sulawesi Selatan di wilayah Kebun Luwu II, Kecamatan Angkona, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Aksi yang dimulai sejak pertengahan Desember 2024 ini menyebabkan lumpuhnya sebagian besar operasional perusahaan.
Tercatat, sekitar 1.800 hektare lahan diklaim sebagai milik masyarakat dan dituntut untuk diserahkan kepada mereka, padahal menurut pihak PTPN, areal tersebut merupakan aset negara yang sah.
“Lahan ini adalah hasil tukar guling resmi antara PTPN dan Pemerintah Kabupaten Luwu sejak 1994. Prosesnya didukung oleh keputusan dari berbagai instansi, mulai dari bupati, kantor pertanahan, hingga kementerian,” jelas Mugiyanto SP, Manajer Kebun Luwu II saat ditemui di kantor unitnya, Senin (30/6/2025).
Riwayat Tukar Guling Sejak 1994
Menurut Mugiyanto, proses tukar guling dimulai saat lahan milik PTPN di Lamasi diserahkan untuk pembangunan Kota Palopo.
Sebagai gantinya, Pemerintah Kabupaten Luwu menunjuk lahan di Desa Mantadulu dan Tawakua sebagai kompensasi, yang kemudian diberikan izin lokasi seluas 1.000 hektare.
Luas pengelolaan terus berkembang hingga mencapai sekitar 2.399 hektare, dengan pengukuran resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 2003.
“Kami masuk ke wilayah ini berdasarkan mekanisme hukum, bukan merampas lahan masyarakat,” tegas Mugiyanto.
Namun, sebagian dari lahan tersebut kemudian dikategorikan sebagai kawasan hutan, dan hingga kini masih dalam proses pelepasan status di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Status ini menjadi hambatan utama bagi PTPN untuk memperoleh Hak Guna Usaha (HGU).
Aktivitas Kebun Terhenti, Karyawan Terimbas
Sejak pendudukan pada 12 Desember 2024, kelompok masyarakat membangun sekitar 23 gubuk semi permanen dan menghambat kegiatan panen serta pemeliharaan kebun.
Operasional di tiga afdeling terpaksa dihentikan. Akibatnya, tandan buah segar (TBS) membusuk di pohon, areal menjadi semak, dan kehilangan brondolan sawit pun meningkat.
“Bahkan, beberapa warga tertangkap mencuri brondolan oleh tim patroli kami,” ungkap Mugiyanto.
Karyawan kebun terpaksa dialihkan ke wilayah lain yang jaraknya cukup jauh, sementara sebagian lainnya harus berjaga di kantor dan kebun demi menghindari kerusakan lebih lanjut.
PTPN IV: Kami Bukan Musuh Masyarakat
Mugiyanto menekankan bahwa PTPN IV bukan hanya entitas bisnis, tetapi juga merupakan penghidupan bagi ribuan keluarga karyawan.
Ia berharap masyarakat memahami posisi perusahaan yang menjalankan tugas negara.
“Kami menjaga aset negara, bukan merampas tanah rakyat. Yang kami butuhkan saat ini adalah kepastian hukum dan perlindungan dari negara,” ujar Mugiyanto.
PTPN IV Regional 2 menyatakan selalu mengedepankan pendekatan persuasif.
Sejumlah langkah mediasi telah ditempuh, mulai dari audiensi dengan DPRD Luwu Timur, koordinasi dengan Forkopimda, hingga pertemuan dengan Polres dan Kodim.
Dorong Penyelesaian Lewat Jalur Hukum dan Kementerian Terkait
Mugiyanto menambahkan bahwa pihaknya siap mendukung proses hukum dan mendorong percepatan penyelesaian legalitas lahan melalui kementerian terkait.
Ia berharap ada sinergi lintas lembaga agar operasional kebun dapat berjalan kembali secara normal.
“Kami butuh kolaborasi semua pihak agar masalah ini tidak berkepanjangan. Kami ingin tetap menjadi bagian dari pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.