Kejaksaan RI Berbenah Total

BeritaTrend.id|Palembang— Kejaksaan Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin memasuki fase reformasi yang paling progresif dalam dua dekade terakhir.

Reformasi itu tidak hanya menyentuh aspek kelembagaan, tetapi juga merombak cara kerja kejaksaan agar selaras dengan tuntutan hukum masyarakat Indonesia yang kian modern.

Pembenahan internal dimulai dari titik paling vital: sumber daya manusia.

Di masa Burhanuddin, penerapan merit system diperketat. Setiap jaksa harus melalui proses asesmen berlapis sebelum penempatan, yang dilanjutkan pendidikan dan pelatihan ketat.

Sistem reward and punishment diterapkan tanpa kompromi—mereka yang melanggar kode etik tidak segan diberhentikan bahkan diproses pidana.

“Penataan SDM bukan lagi sekadar penyegaran organisasi. Ini soal mengembalikan martabat institusi,” ujar Dr. Ketut Sumedana, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan.

Menghapus Kesenjangan Kinerja Pusat dan Daerah

Salah satu fokus utama Jaksa Agung adalah pemerataan kualitas kinerja dari pusat hingga daerah.

Burhanuddin menilai, penegakan hukum tidak boleh terpusat di Jakarta. Daerah tidak boleh “melempem” atau sekadar menjadi pelengkap statistik.

Setiap satuan kerja kini dinilai secara ketat melalui mekanisme evaluasi kinerja.

Penanganan perkara dituntut berjalan seragam, tidak timpang antara kantor pusat dan kejaksaan daerah.

Kebijakan ini mendorong seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) hingga Kejaksaan Negeri (Kejari) berlomba menunjukkan profesionalisme sekaligus konsistensi dalam menangani perkara.

Penegakan Hukum Humanis: Restoratif Justice Jadi Wajah Baru Kejaksaan

Di tengah tuntutan reformasi hukum nasional, Kejaksaan RI mengedepankan Penegakan Hukum Humanis sebagai program prioritas.

Burhanuddin menegaskan, perkara-perkara kecil yang tidak berdampak luas sebaiknya tidak perlu berakhir di meja hijau.

Program restoratif justice, musyawarah berbasis kearifan lokal, dan jaga desa menjadi instrumen baru untuk meredakan konflik sosial tanpa harus mempidanakan warga secara berlebihan.

Pendekatan humanis ini disebut Burhanuddin sebagai wajah hukum yang “berpihak pada masyarakat.”

Ia berkali-kali mengingatkan, seorang jaksa harus memegang tiga nilai utama: integritas, profesionalisme, dan empati.

Fokus pada Kepentingan Ekonomi dan Hajat Hidup Masyarakat

Kebijakan humanis itu juga tercermin dalam penanganan kasus korupsi.

Kejaksaan kini diminta menempatkan “unsur perekonomian negara” dan kepentingan publik sebagai prioritas.

Penanganan perkara korupsi tidak lagi sekadar menghukum pelaku, melainkan memastikan stabilitas ekonomi dan keberlanjutan hajat hidup masyarakat.

Pendekatan ini sejalan dengan program Asta Cita pemerintahan saat ini yang mendorong penegakan hukum sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional.

Era Baru Kejaksaan: Tegas, Berintegritas, dan Lebih Dekat dengan Publik

Reformasi kejaksaan yang digagas Burhanuddin dinilai telah membentuk paradigma baru.

Penegakan hukum kini diharapkan lebih transparan, lebih tegas, namun tetap memberikan ruang empati.

Kombinasi pendekatan humanis dan ketegasan itulah yang menjadi pondasi Kejaksaan RI menuju era modern.

“Kejaksaan hari ini bukan sekadar aparat penegak hukum. Kami adalah penjaga keadilan sosial,” tegas Dr. Ketut Sumedana.