Jejak Kredit LPEI: Dari Modal Ekspor ke Utang Bank, Drama Korupsi PT Petro Energy

BeritaTrend.id.|Jakarta —Kasus dugaan korupsi kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang menyeret PT Petro Energy (PT PE) bukan sekadar perkara penyalahgunaan pinjaman.

Liputan ini mengurai bagaimana kredit senilai USD 22 juta—sekitar Rp 330 miliar saat itu—yang seharusnya menjadi modal ekspor, justru mengalir ke arah berbeda, menutup utang bank dan masuk ke rekening perusahaan afiliasi.

Awal Kredit

November 2015, LPEI mencairkan kredit investasi untuk ekspor kepada PT PE. Kredit diberikan secara bertahap dengan tujuan memperkuat kapasitas ekspor perusahaan.

Menurut dokumen perjanjian, dana ini harus digunakan untuk pembelian peralatan produksi dan pengembangan fasilitas industri.

Namun, berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebagian besar dana justru digunakan untuk keperluan di luar kesepakatan.

Dari penelusuran penyidik, aliran dana mengarah ke:

  1. Pelunasan utang bank swasta yang telah jatuh tempo.
  2. Transfer ke perusahaan milik Jimmy Masrin, yang saat itu menjabat Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE.

Jejak Para Tokoh

  • Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT PE)
    Menjadi figur sentral di meja pengelolaan dana. Dalam sidang, ia menegaskan bahwa hubungan hukum PT PE dan LPEI telah berakhir setelah hak tagih kredit dialihkan ke PT Caturkarsa Megatunggal dan PT PADA IDI. Susy bersikukuh kasus ini masuk ranah perdata.
  • Newin Nugroho (Direktur Utama PT PE)
    Berperan sebagai penandatangan utama perjanjian kredit dengan LPEI. Dalam beberapa dokumen internal, Newin disebut menyetujui penggunaan dana di luar peruntukan awal.
  • Jimmy Masrin
    Pengusaha kawakan di sektor energi dan industri, sekaligus pemilik beberapa entitas bisnis yang diduga menerima aliran dana kredit LPEI. Namanya muncul di dokumen transfer yang disita KPK.
  • Petinggi LPEI: Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan
    Sebagai pejabat eksekutif di lembaga pembiayaan ekspor milik negara, keduanya kini berstatus tersangka. KPK menduga mereka berperan dalam memuluskan pencairan kredit meski profil risiko PT PE tergolong tinggi.

Strategi Pembelaan

Dalam eksepsi, tim kuasa hukum Susy menekankan bahwa pengambilalihan hak tagih oleh PT Caturkarsa Megatunggal dan PT PADA IDI memutus hubungan hukum antara LPEI dan PT PE.

Mereka menilai permasalahan yang tersisa adalah sengketa pembayaran yang seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata.

“Tipikor tidak berwenang mengadili perkara yang pada dasarnya menyangkut hubungan kontraktual bisnis,” ujar Esther Sihombing, kuasa hukum Susy, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Pertarungan di Meja Hijau

Sidang eksepsi akan menentukan arah perkara:

  • Jika majelis hakim menerima keberatan Susy, ia bisa langsung bebas dari dakwaan.
  • Jika ditolak, persidangan akan masuk ke tahap pembuktian yang berpotensi membuka lebih banyak detail aliran dana dan keterlibatan para pihak.

Bagi publik, kasus ini bukan sekadar soal angka kerugian negara, tapi juga cerminan bagaimana fasilitas pembiayaan ekspor negara bisa disalahgunakan.