Indonesia dan Krisis Tanah Jarang: Saatnya Bangkit dari Tambang Rakyat

Koperasi Tambang Rakyat, Awal Kedaulatan Nasional

Sebagai solusi, Haidar mengusulkan pembukaan jalur legal untuk koperasi tambang rakyat khusus tanah jarang melalui mekanisme Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Ia menyoroti bahwa tailing dari tambang timah, bauksit, hingga nikel menyimpan mineral ikutan yang selama ini dianggap limbah.

“Berdayakan rakyat, beri mereka izin, latih teknologinya, dampingi dengan riset lokal, lalu sambungkan ke industri hilir,” ujarnya.

Ia juga menyerukan pendirian Badan Nasional Rare Earth (BNRE) sebagai lembaga khusus yang menangani seluruh mata rantai tanah jarang: mulai dari eksplorasi, pemrosesan, pemurnian, hingga daur ulang dari limbah elektronik dan turbin angin.

Dari Limbah Elektronik, Menuju Circular Economy Tanah Jarang

Dalam pandangan Haidar, masa depan logam tanah jarang tidak hanya tergantung pada tambang baru, melainkan juga dari daur ulang limbah elektronik.

Sementara negara lain sudah membangun ekonomi sirkular, Indonesia bahkan belum menyentuh perekonomian linier di sektor ini.

“Kita punya kesempatan membalik sejarah: dari bangsa penggali, menjadi bangsa pemilik teknologi,” kata Haidar.

Jangan Jadi Penonton dalam Krisis Teknologi Dunia

Menutup pernyataannya, Haidar Alwi mengajak seluruh elemen bangsa untuk menyusun strategi nasional logam tanah jarang sebagai bagian dari kedaulatan energi dan teknologi Indonesia.

“Kita tak bisa hanya menunggu investor asing membangun smelter, atau ilmuwan asing membuat riset magnet. Ini tentang keberanian nasional. Bangun dari tambang rakyat, maka kita bisa berdiri di atas kaki sendiri,” pungkasnya.