Hukum  

Dua Hakim PN Surabaya Dituduh Terima Suap, Jaksa Tuntut 9 Tahun Penjara

BeritaTrend.id. – Jakarta Jum’at, 2 Mei 2025 – Dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, menjadi sorotan tajam setelah jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa keduanya diduga menerima suap dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur.

Kasus ini mencuat setelah jaksa menilai kedua hakim tidak melaporkan penerimaan uang suap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam surat replik yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (2/5/2025), jaksa menanggapi pembelaan kedua terdakwa yang mengakui menerima sejumlah uang dari pengacara dan ibu Ronald Tannur.

Erin, yang menerima uang suap sebesar 140.000 dollar Singapura, memperoleh bagian sebesar 38.000 dollar Singapura. Sementara Mangapul diduga menerima uang sebesar 36.000 dollar Singapura.

Tak Laporkan Ke KPK, Penerimaan Suap Jadi Dasar Tuntutan

Menurut jaksa, kedua hakim tersebut tidak melaporkan penerimaan uang haram tersebut kepada KPK, padahal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap penerimaan gratifikasi harus dilaporkan kepada lembaga antikorupsi itu.

Dalam pembacaan tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa penerimaan uang tersebut menjadi salah satu pertimbangan utama dalam mengajukan tuntutan hukuman yang cukup berat, yakni 9 tahun penjara bagi masing-masing terdakwa.

Namun demikian, jaksa juga mencatat hal yang meringankan, yakni sikap Erin dan Mangapul yang memilih untuk mengembalikan uang haram yang mereka terima kepada penyidik.

Hal ini menjadi faktor yang meringankan dalam pengajuan tuntutan.

Tuntutan Denda dan Hukuman Penjara untuk Ketiga Hakim

Dalam perkembangan lain, jaksa juga mengungkapkan bahwa selain menerima suap dari pengacara dan ibu Ronald Tannur, Erin dan Mangapul turut menerima gratifikasi lainnya yang tidak dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK.

Sejumlah uang tersebut antara lain adalah Rp 97.500.000, 32.000.000 dollar Singapura, dan 35.992,25 ringgit Malaysia yang diterima Erin, serta 21.400.000 rupiah, 2.000 dollar AS, dan 6.000 dollar Singapura yang diterima Mangapul.

Total penerimaan uang yang tidak dilaporkan mencapai sekitar Rp 608 juta.

Jaksa juga menuntut ketiga hakim yang terlibat dalam kasus ini untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta, dengan ancaman kurungan selama 6 bulan apabila mereka gagal membayar denda tersebut.

Untuk hakim Heru Hanindyo, tuntutannya lebih berat, yakni 12 tahun penjara karena diduga lebih banyak menerima gratifikasi terkait kasus ini.

Tindak Lanjut dan Implikasi Hukum

Kasus ini menjadi contoh betapa pentingnya transparansi dan integritas dalam sistem peradilan. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa kasus ini akan ditindaklanjuti dengan tegas, sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Pemberian uang haram kepada pejabat negara, terutama hakim yang seharusnya menjaga keadilan, merupakan pelanggaran serius yang harus ditindak dengan hukuman yang setimpal.

Dengan tuntutan yang sudah disampaikan oleh jaksa, semua mata kini tertuju pada keputusan majelis hakim yang akan memutuskan nasib para terdakwa.

Bagaimana pun, kasus ini menyiratkan pentingnya kontrol dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aparat penegak hukum agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Penyidik Kejaksaan Agung dan KPK terus berupaya untuk mengungkap lebih jauh praktik suap dan gratifikasi di kalangan pejabat negara, termasuk hakim.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa keadilan harus tetap dijaga dengan integritas dan profesionalisme, tanpa ada ruang untuk korupsi yang merusak citra lembaga peradilan di Indonesia.